Sejak Tahun 1612: Aturan Pengibaran Bendera Setengah Tiang Menurut UU No 24 Tahun 2009 dan Sejarahnya

icon   Pada 14 September 2019 Bagikan ke :

BENGKALIS –  Pemerintah menyampaikan duka cita atas meninggalnya Presiden ke-3 Republik Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie (BJ Habibie) di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Rabu, 11 September 2019.

Pemerintah pun menetapkan hari berkabung nasional selama tiga hari dengan pengibaran Sang Merah Putih setengah tiang. Yakni, 12-14 September 2019.

Secara tertulis, hal itu disampaikan Mensesneg Pratikno melalui surat Nomor: B-1010/M.Sesneg/Set/TU.00/09/2019, tanggal 11 September 2019.

“Untuk memberikan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada putra terbaik bangsa, Bapak Bacharuddin Jusuf Habibie (Presiden Republik lndonesia Ke-3) yang telah wafat pada tanggal 11 September 2019 di Jakarta”, demikian kalimat pembuka surat Mensesneg yang ditembuskan kepada Presiden dan Wakil Presiden tersebut.

Sebelum ini, saat mantan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur meninggal pada Desember 2009 atau 10 tahun lalu, pemerintah juga meminta bendera dikibarkan setengah tiang.

Sehingga boleh dikatakan, pengibaran bendera setengah tiang adalah tanda duka 'resmi' dari pemerintah.

Aturan Bendera Setengah Tiang

Aturan tentang pengibaran bendera setengah tiang diatur dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Kemudian (diantaranya) Pasal 12 ayat 4, “Bendera Negara digunakan sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b apabila Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan Wakil Presiden, pimpinan atau anggota lembaga negara, menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala daerah, dan/atau pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah meninggal dunia”.

Lalu, Pasal 12 ayat (5), “Bendera Negara sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikibarkan setengah tiang”.

Pasal 12 ayat (6), “Apabila Presiden atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama tiga hari berturut-turut di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan semua kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri”.

Pasal 12 ayat (7), “Apabila pimpinan lembaga negara dan menteri atau pejabat setingkat menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama dua hari berturut-turut terbatas pada gedung atau kantor pejabat negara yang bersangkutan”.

Pasal 12 ayat (8), “Apabila anggota lembaga negara, kepala daerah dan/atau pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama satu hari, terbatas pada gedung atau kantor pejabat yang bersangkutan”.

Dan, Pasal 12 ayat (9), “Dalam hal pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia di luar negeri, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan sejak tanggal kedatangan jenazah di Indonesia”.

Cara Pengibaran dan Penurunannya

Pengibaran dan penurunan bendera setengah tiang, tidak boleh dilakukan sembarangan. Ada aturan tersendiri. Hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3).

Pasal 14 ayat (2), berbunyi, “Bendera Negara yang dikibarkan setengah tiang, dinaikkan hingga ke ujung tiang, dihentikan sebentar dan diturunkan tepat setengah tiang”.

Sedangkan Pasal 14 ayat (3), menjelaskan, “Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hendak diturunkan, dinaikkan terlebih dahulu hingga ujung tiang, dihentikan sebentar, kemudian diturunkan”.

Sejak Tahun 1612

Seperti dikutip dari idntimes.com, Kamis, 12 September 2019, sejarah mencatat pengibaran bendera setengah tiang sudah dilakukan sejak tahun 1612.

Dilansir dari berbagai sumber, pengibaran bendera setengah tiang dilakukan pertama kali saat Kapten Kapal Inggris, Hearts Ease William Hill, meninggal dalam perjalanan menuju Kanada.

Saat kapal tersebut kembali ke London, masyarakat melihat bendera berkibar di tengah tiang dan mempertanyakannya.

Awak kapal kemudian menjelaskan tentang kematian kapten mereka. Sejak itu, bendera setengah tiang selalu dilakukan setiap kali ada tokoh besar meninggal.

Filosofi bendera setengah tiang bagi banyak bangsa di dunia, seperti ditulis tirto.id, Kamis, 12 September 2019, dianggap sebagai simbol duka, kehilangan, terkadang disertai dengan rasa hormat, atau bahkan kesedihan yang mendalam misalnya lantaran terjadinya tragedi hebat.

Bartram dalam A Guide to Flag Protocol in the United Kingdom (2013) menuliskan, bendera diturunkan setengah tiang untuk memberikan ruang bagi “kematian yang tak terlihat” yang “terbang ke atas dari tengah tiang”.

Ada dua istilah yang mengacu kepada tradisi ini, yakni half-mast dan half-staff. Istilah half-mast digunakan jika pengibaran bendera dilakukan di kapal laut atau di tiang kapal.

Sedangkan di darat, istilah yang digunakan adalah half-staff. Kendati demikian, tidak semua negara mesti menganut “aturan” dua istilah ini.#DISKOMINFOTIK#