Bupati Bengkalis Buka Jambore PAUD 2014

icon   Pada 30 Desember 2014 Bagikan ke :
BENGKALIS- Bupati Bengkalis Herliyan Saleh mengatakan, masa usia dini, yaitu usia 0-6 tahun merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak dalam memperoleh proses pendidikan.

“Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya, sebagai rangsangan terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif, maupun sosialnya,” ungkap Herliyan ketika membuka Jambore Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) tingkat Kabupaten Bengkalis 2014 dikutip dari release Humas Setda Bengkalis.

Pembukaan kegiatan yang diikuti Bunda PAUD kecamatan serta desa/kelurahan se-Kabupaten Bengkalis itu, dilaksanakan di Balai Kerapatan Adat Sri Mahkota, Ahad (28/12/14) malam.

Mengutip sebuah hasil penelitian, kata Herliyan, 50 persen kemampuan kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berumur 4 tahun, 80 persen telah terjadi ketika berumur 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi, ketika anak berumur sekitar 18 tahun.

Ini berarti, imbuhnya, perkembangan anak pada 4 tahun pertama, sama dengan perkembangan kurun waktu 14 tahun berikutnya.

“Periode emas ini merupakan periode kritis bagi seorang anak. Perkembangan yang diperolehnya pada periode ini, sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga dewasa,” ujarnya.

Sementara di sisi lain, jelasnya, masa emas ini hanya datang sekali. Sehingga apabila terlewati, berarti hilanglah peluang emas tersebut. untuk itu PAUD dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat, sangat diperlukan guna mengoptimalkan kemampuan anak.

Pengembangan PAUD menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di daerah ini.

“Menjadi satu kesatuan yang utuh dari seluruh upaya mempercepat keberhasilan dan peningkatan kualitas pembangunan pendidikan yang memang menjadi salah satu prioritas pembangunan dan jaminan pelayanan kepada masyarakat,” ungkapnya.

Sebagai realisasinya, pada tahun 2014, kata Herliyan lagi, dalam APBD, Pemerintah Kabupaten Bengkalis mengalokasikan dana yang tidak sedikit jumlahnya.

“Baik itu langsung melalui SKPD terkait, melalui alokasi dana desa maupun anggaran yang ada di berbagai organisasi sosial kemasyarakatan di daerah ini yang secara khusus membidangi PAUD,” pungkasnya.

Artinya, jika daerah lain saat ini baru mencanangkan satu desa satu PAUD, kabupaten bengkalis sudah mewujudkannya.

“Namun, keberadaan institusi PAUD tersebut, tidak akan memberikan sumbangsih optimal, jika tidak diikuti dengan penyediaan sumber daya pendidik PAUD yang memenuhi standar dan kompetensi sebagaimana dipersyaratan,” ujar Herliyan.

Karena itu dan sesuai tujuannya, Herliyan berharap Jambore PAUD ini, benar-benar dapat meningkatkan pengetahuan pendidik PAUD baik dari sistem pengajaran serta kredibiltas pengajarnya.

Selain itu, harapnya, Jambore ini juga menghasilkan rekomendasi atau rumusan tentang pelaksanaan program pengembangan, pengasuhan dan PAUD yang benar-benar mengakar pada karakter dan budaya masyarakat di daerah ini. Yaitu budaya Melayu.

Pentingnya program yang mengakar pada karakter dan budaya Melayu ini, sambung Herliyan, bukan semata-mata sebagai salah satu upaya memperkenalkan dan melestarikannya kepada anak sejak dini.

Lebih dari itu, karena dalam budaya Melayu banyak sekali permainan-permainan, baik itu yang bersifat kooperatif, rekreatif maupun edukatif yang dapat digunakan untuk rangsangan terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif, maupun sosialnya anak,” jelasnya.

Herliyan mencontohkan satu permainan dimaksud. Yakni permainan terompa panjang atau bakiak. “Permainan ini sangat bermanfaat bagi anak untuk melatih kekompakan, konsentrasi serta mentaati pemimpin dalam melangkah, sehingga selamat mencapai tujuan,” katanya.

Pendidikan utama adalah pendidikan informal, yaitu pendidikan dalam lingkungan keluarga. Karenanya, dalam mengembangkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), peran dan kerjasama yang baik orang tua dan masyarakat sangat dibutuhkan. Pendidikan PAUD tidak boleh hanya dibebankan pada lembaga PAUD saja.

“Peran orang tua dalam PAUD harus berada pada urutan pertama. Karena orang tualah yang paling memahami anak-anaknya dan pertama kali mengetahui perubahan serta perkembangan karakter dan kepribadian anak-anaknya. Peran orang tua dalam menjadikan anaknya memiliki kepribadian baik ataukah buruk, sangat besar,” jelas Herliyan.

Agar orang tua dan lembaga PAUD tidak melakukan kesalahan dalam mendidik anak usia dini (0-6 tahun), maka keselarasan dan kerjasama yang baik diantara keduanya harus terjalin. Keduanya harus berada dalam suatu rel dan sepakat. Mesti seiring, sejalan dan seirama dalam memperlakukan anak sehari-hari.

“Apabila anak di didik hanya berdasarkan kemauan salah satu pihak, maka proses PAUD tidak akan berjalan dengan baik, atau bahkan mungkin dapat mengganggu perkembangan anak,” pesan Herliyan.***(dik)/RiauTerkini