Bengkalis – Keberadaan jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah (TASL) yang membentang di atas sungai Siak yang dibangun Pemerintah Kabupaten Siak, ternyata memberikan inspirasi kepada H Syarwan Antoni.
Untuk memperlancar barang dan mempercepat pertumbuhan ekonomi, anggota DPRD Bengkalis ini mengusulkan, agar antara pulau Bengkalis dan Sungai Pakning, Kecamatan Bukit Batu (pulau Sumatera), juga dibangun jembatan. Tidak hanya dilayani ferry penyeberangan seperti saat ini.
Tanpa menghitung kira-kira berapa dana yang dibutuhkan, wakil rakyat asal daerah pemilihan Kecamatan Bengkalis, Bantan, Rupat dan Rupat Utara ini menyimpulkan, jika Pemkab Siak bisa, mengapa Pemkab Bengkalis tidak. Toh, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Bengkalis lebih besar dari Siak.
“Jika dikaji dengan matang dan seksama, maka sudah sangat pantas antara pulau Bengkalis dan Sungai Pakning, dibangun sebuah jembatan. Memang untuk membangun jembatan ini memerlukan dana yang cukup besar. Tetapi dengan dukungan APBD Bengkalis yang besar, tidak mustahil jika jembatan tersebut dapat dibangun,” kata Syarwan, belum lama ini.
Sebagai argumennya, Syarwan mengambil perbandingan ke Siak yang dapat membangunan jembatan TASL, meskipun APBD-nya lebih kecil dari Bengkalis. “Barangkali kita harus mencontoh pembangunan yang dilakukan pemerintah Kabupaten Siak. Kendati Siak memiliki APBD sedikit lebih kecil dibandingkan Bengkalis, namun mereka mampu mewujudkan pembangunan dengan baik, seperti membangun jembatan Siak yang menjadi lambang kejayaan mereka,” kata Syarwan.
Berbeda dengan Syarwan. Walaupun tetap memberikan apresiasi dan menganggap usul Syarwan itu pantas dan tidak mustahil, Johan (40) mengatakan yang justru perlu segera ditambah itu adalah jumlah armada ferry penyeberangan. Tidak hanya satu seperti sekarang ini.
“Sebaiknya jumlah ferry penyeberangan melayani penyeberangan antara pelabuhan Air Putih dan Sungai Selari (Sungai Pakning) ada tiga unit dan setiap harinya yang beropersi minimal dua unit,” kata warga Jln Bantan Gg Nangka, Desa Senggoro Kecamatan Bengkalis ini, Minggu (4/1).
Bahkan, prediksinya, jika tiga ada tiga ferry penyeberangan yang melayani rute Bengkalis-Pakning tersebut, maka untuk sekitar lima tahun ke depan, pelayanan penyeberangan dari dan ke Bengkalis, masih dapat dilayani dengan baik.
Hitung-hitungan Johan, jika ketiga ferry itu beroperasi lima trip seperti Tasik Gemilang, dan satu trip rata-rata mengangkut 20 unit kendaraan roda empat, maka setiap hari dapat diseberangkan 300 dari. Baik itu dari maupun ke Bengkalis.
“Dalam kondisi normal, saat ini rata-rata kendaraan roda empat yang menyeberang dari dan ke Bengkalis antara 100-120,” kata Johan. Adapun daya angkut Tasik Gemilang 27 unit kendaraan roda empat.
Untuk itu, baik kepada Pemkab maupun DPRD Bengkalis, Johan berharap melalui APBD 2009 ini dialokasikan dana untuk pembelian dua unit ferry penyeberangan. “Kapasitasnya minimal sama dengan Tasik Gemilang. Kalau bisa dan sebaiknya daya angkutnya lebih besar,” pintanya.
Lantas bagaimana dengan usul pembangunan jembatan seperti yang dilontarkan Syarwan? Bukankah Kabupaten Siak yang APBD-nya lebih kecil dibandingkan Bengkalis mampu membangun jembatan TASL? Terhadap usul itu, mantan Sekretaris Dewan Pengurus Daerah KNIP Bengkalis ini bukan tidak setuju. Namun Johan juga memperhitungkan kondisi yang realistis.
Seperti juga Syarwan, Johan juga menjadikan jembatan TASL sebagai pembanding. Dikatakannya, untuk membangunan jembatan TASL yang panjangnya hanya 300 meter itu, diperlukan dana Rp 277,65 milyar. Sementara sepengetahuannya, jarak antara Bengkalis dan Sungai Pakning, sekitar 4 mil atau 6,4372 Km (1 mil = 1,6093 Km).
Artinya, bila cost (biaya) yang dibutuhkan sama dengan pembangunan jembatan TASL, maka dana yang diperlukan untuk membangun jembatan yang menghubungkan Bengkalis dan Sungai Pakning itu, sebesar Rp. 5.957.628.600.000 atau sekitar Rp 6 trilyun. Karena, panjang jembatan untuk menghubungkan Bengkalis-Sungai Pakning ini, minimalnya 21,45 kali lebih panjang dari jembatan TASL.
Bahkan, kata Johan, tidak tertutup kemungkinan biaya yang diperlukan lebih besar dari itu. Pasalnya, selain kedalaman selat Bengkalis jauh lebih dalam dari Sungai Siak, panjang keseluruhan jembatan yang dibangun tentu akan melebih jarak 4 mil itu.
Johan pun berandai-andai. Jika benar-benar jadi dibangun dan dana sekitar Rp 6 milyar untuk pembangunan jembatan itu seluruhnya murni dibebankan dalam APBD Bengkalis dan setiap tahunya dalam APBD tersebut dialoksikan dana Rp 200 milyar, katanya, maka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikannya, sekitar 30 tahun.
Dengan kata lain, jika pembangunannya dimulai tahun 2010, maka baru akan selesai tahun 2040 atau setelah 6 kali Pilkada (pemilihan bupati dan wakil bupati). Karena itu, meskipun usul itu baik, namun yang lebih baik dan sangat mendesak adalah penambahan jumlah armada ferry penyeberangan.
“Kalau bisa, paling lambat akhir tahun 2010 jumlahnya sudah tiga unit. Apalagi saya mendapat informasi harga satu unit ferry seperti Tasik Gemilang itu antara Rp 20-30 milyar”, saran Johan.
Untuk memperlancar barang dan mempercepat pertumbuhan ekonomi, anggota DPRD Bengkalis ini mengusulkan, agar antara pulau Bengkalis dan Sungai Pakning, Kecamatan Bukit Batu (pulau Sumatera), juga dibangun jembatan. Tidak hanya dilayani ferry penyeberangan seperti saat ini.
Tanpa menghitung kira-kira berapa dana yang dibutuhkan, wakil rakyat asal daerah pemilihan Kecamatan Bengkalis, Bantan, Rupat dan Rupat Utara ini menyimpulkan, jika Pemkab Siak bisa, mengapa Pemkab Bengkalis tidak. Toh, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Bengkalis lebih besar dari Siak.
“Jika dikaji dengan matang dan seksama, maka sudah sangat pantas antara pulau Bengkalis dan Sungai Pakning, dibangun sebuah jembatan. Memang untuk membangun jembatan ini memerlukan dana yang cukup besar. Tetapi dengan dukungan APBD Bengkalis yang besar, tidak mustahil jika jembatan tersebut dapat dibangun,” kata Syarwan, belum lama ini.
Sebagai argumennya, Syarwan mengambil perbandingan ke Siak yang dapat membangunan jembatan TASL, meskipun APBD-nya lebih kecil dari Bengkalis. “Barangkali kita harus mencontoh pembangunan yang dilakukan pemerintah Kabupaten Siak. Kendati Siak memiliki APBD sedikit lebih kecil dibandingkan Bengkalis, namun mereka mampu mewujudkan pembangunan dengan baik, seperti membangun jembatan Siak yang menjadi lambang kejayaan mereka,” kata Syarwan.
Berbeda dengan Syarwan. Walaupun tetap memberikan apresiasi dan menganggap usul Syarwan itu pantas dan tidak mustahil, Johan (40) mengatakan yang justru perlu segera ditambah itu adalah jumlah armada ferry penyeberangan. Tidak hanya satu seperti sekarang ini.
“Sebaiknya jumlah ferry penyeberangan melayani penyeberangan antara pelabuhan Air Putih dan Sungai Selari (Sungai Pakning) ada tiga unit dan setiap harinya yang beropersi minimal dua unit,” kata warga Jln Bantan Gg Nangka, Desa Senggoro Kecamatan Bengkalis ini, Minggu (4/1).
Bahkan, prediksinya, jika tiga ada tiga ferry penyeberangan yang melayani rute Bengkalis-Pakning tersebut, maka untuk sekitar lima tahun ke depan, pelayanan penyeberangan dari dan ke Bengkalis, masih dapat dilayani dengan baik.
Hitung-hitungan Johan, jika ketiga ferry itu beroperasi lima trip seperti Tasik Gemilang, dan satu trip rata-rata mengangkut 20 unit kendaraan roda empat, maka setiap hari dapat diseberangkan 300 dari. Baik itu dari maupun ke Bengkalis.
“Dalam kondisi normal, saat ini rata-rata kendaraan roda empat yang menyeberang dari dan ke Bengkalis antara 100-120,” kata Johan. Adapun daya angkut Tasik Gemilang 27 unit kendaraan roda empat.
Untuk itu, baik kepada Pemkab maupun DPRD Bengkalis, Johan berharap melalui APBD 2009 ini dialokasikan dana untuk pembelian dua unit ferry penyeberangan. “Kapasitasnya minimal sama dengan Tasik Gemilang. Kalau bisa dan sebaiknya daya angkutnya lebih besar,” pintanya.
Lantas bagaimana dengan usul pembangunan jembatan seperti yang dilontarkan Syarwan? Bukankah Kabupaten Siak yang APBD-nya lebih kecil dibandingkan Bengkalis mampu membangun jembatan TASL? Terhadap usul itu, mantan Sekretaris Dewan Pengurus Daerah KNIP Bengkalis ini bukan tidak setuju. Namun Johan juga memperhitungkan kondisi yang realistis.
Seperti juga Syarwan, Johan juga menjadikan jembatan TASL sebagai pembanding. Dikatakannya, untuk membangunan jembatan TASL yang panjangnya hanya 300 meter itu, diperlukan dana Rp 277,65 milyar. Sementara sepengetahuannya, jarak antara Bengkalis dan Sungai Pakning, sekitar 4 mil atau 6,4372 Km (1 mil = 1,6093 Km).
Artinya, bila cost (biaya) yang dibutuhkan sama dengan pembangunan jembatan TASL, maka dana yang diperlukan untuk membangun jembatan yang menghubungkan Bengkalis dan Sungai Pakning itu, sebesar Rp. 5.957.628.600.000 atau sekitar Rp 6 trilyun. Karena, panjang jembatan untuk menghubungkan Bengkalis-Sungai Pakning ini, minimalnya 21,45 kali lebih panjang dari jembatan TASL.
Bahkan, kata Johan, tidak tertutup kemungkinan biaya yang diperlukan lebih besar dari itu. Pasalnya, selain kedalaman selat Bengkalis jauh lebih dalam dari Sungai Siak, panjang keseluruhan jembatan yang dibangun tentu akan melebih jarak 4 mil itu.
Johan pun berandai-andai. Jika benar-benar jadi dibangun dan dana sekitar Rp 6 milyar untuk pembangunan jembatan itu seluruhnya murni dibebankan dalam APBD Bengkalis dan setiap tahunya dalam APBD tersebut dialoksikan dana Rp 200 milyar, katanya, maka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikannya, sekitar 30 tahun.
Dengan kata lain, jika pembangunannya dimulai tahun 2010, maka baru akan selesai tahun 2040 atau setelah 6 kali Pilkada (pemilihan bupati dan wakil bupati). Karena itu, meskipun usul itu baik, namun yang lebih baik dan sangat mendesak adalah penambahan jumlah armada ferry penyeberangan.
“Kalau bisa, paling lambat akhir tahun 2010 jumlahnya sudah tiga unit. Apalagi saya mendapat informasi harga satu unit ferry seperti Tasik Gemilang itu antara Rp 20-30 milyar”, saran Johan.