BENGKALIS – Dinilai telah berhasil sukses melaksanakan pilot project one health, akhirnya Badan Pangan Dunia atau Food Agriculture Organisasi (FAO) menetapkan Kabupaten Bengkalis sebagai percontohan pada level nasional.
Demikian diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan, dr. Ersan TH yang diwakili Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Alwizar, Rabu 20 Maret 2019.
penetapan Kabupaten Bengkalis sebagai percontohan tingkat nasional oleh FAO, setelah Pertemuan Koordinasi Lintas Sektor Deteksi dan Pengendalian Rabies dan Avian Influenza, selama dua hari Senin dan Selasa 18-19 Maret 2019.
"""One Health adalah konsep terintegrasi dan berlolaborasi dalam meningkat kan kesehatan lingkungan, kesehatan hewan dan kesehatan manusia," jelas Alwizar.
Faktor penilaian, kabupaten dengan julukan Negeri Junjungan ini, sebagai Percontohan one health tingkat nasioal, berdasaarkan beberapa faktor. Diantaranya, terjadi penurunan penularan rabies/tidak terjadi lysa pada manusia. penurunan pengunaan vaksin anti rabies (VAR) untuk manusia.
Kemudian terbentuknya Rabies Center di Kecamatan Rupat dan Mandau. Penanganan kasus gigitan pada manusia sesuai SOP. Penilaian risiko diantaranya penilaian dampak dari kasus gigitan, kemungkinan transmisi dan estimasi risiko.
Faktor lain yang menjadi penilaian, terang Alwizar, selama ini sudah terjalin komunikasi, koordinasi dan kolaborasidari tiga sektor dalam penangan penyakit zoonosis tertarget dan Penyakit Infeksi Baru (PIB) secara terpadu lintas sektor dan lintas program (Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian dan Perternakan, dan Dinas Lingkungan Hidup).
Menurut Alwizar, sebelum kebijaan One Health, terjadi pemborosan pemakaian VAR dan serum anti rabies (SAR). Hal ini disebabkan karena pasien digigit hewan diduga penular rabies datang ke Puskesmas langsung disuntik VAR dan SAR.
Dengan cara pemberian hari ke-0 (hari terjadinya gigitan) disuntik 2 ampul VAR plus 1 ampul SAR. Selanjutnya pemberian ke-1 (7 hari setelah gigitan) kembali disuntik 1 ampul VAR.
Pemberian ke-2 (hari ke-14 gigitan) kembali disuntik 1 ampul VAR, dan Pemberian ke-3 (hari ke-21 atau hari ke-28 gigitan) kembali disuntik VAR.
Hal ini karena Dinas Kesehatan melalui Puskesmas memiliki kewenangan yang terbatas dalam melakukan ivestigasi kasus di lapangan.
Setelah diterapkan kebijakan one health, maka SOP dirubah. Jika ada pasien datang ke Puskesmas dengan gigitan hewan diduga penular rabies, langsung dihubungi Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) di kecamatan untuk melakukan investigasi bersama.
Jika hewan tersebut terprovokasi lalu menggigit manusia, maka pemberian VAR dan SAR tidak dilakukan. Selanjutnya jika hewan tersebut menyerang secara tiba-tiba dan serta merta tanpa sebab, maka pasien diberikan suntikan Pemberian ke-0 (hari terjadinya gigitan) VAR 2 ampul plus SAR dan Pemberian ke-1 (hari ke-7 gigitan) diberikan VAR 1 ampul.
Sementara pemberian ke-2 (hari ke 21 atau 28 gigitan) menunggu rekomendasi dari Puskeswan kecamatan. Jika hewan tersebut mati pada hari ke-14 pasca menggigit, maka pemberian ke-2 (hari ke 21 atau 28 gigitan) baru dilakukan.
"""Dengan konsep ini, maka terjadi efisiensi terhadap pengunnaan VAR dan SAR bisa sampai sebesar 50 persen," terang Alwizar.
Hadir pada pertemuan itu, pakar dari Kementerian Kesehatan RI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Kementerian Pertanian RI, Balai Veterineer Bukit Tinggi, BKSDA Provinsi Riau, Kepala Disnak dan Keswan Provinsi Riau, dan Kepala Dinas Keehatan Provinsi Riau.
Sementara dari Kabupaten Bengkalis dihadiri Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Alwizar, SKM dan Pengelola Rabies, Ismunadar, SKM. Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan diwakili Kepala Bidang Pertenakan dan Kesehatan Hewan, Ir. Amri Noer dan Kepala Seksi Kesehatan Hewan, drh. Mardani. #DISKOMINFOTIK