Bengkalis – Ketua Tim Penggerak (TP) PKK Bengkalis, Ny Hj Fauziah Syamsurizal mengimbau kaum wanita di daerah ini supaya tidak mau diajak nikah siri. Begitu juga orang tua si anak, jangan mau dibujuk atau menikahkan anak wanitanya secara siri.
Kerugian dari pernikahaan siri itu akan berdampak besar sekali bagi kedua belah pihak. Namun yang paling merasakan akibat terbesarnya adalah dari pihak wanita. Lebih-lebih bila terjadi perceraian.
“Apabila terjadi kasus perceraian, maka pihak wanita yang menikah siri, tidak akan dapat menuntut apa-apa dari suami. Tidak akan mendapat perlindungan dan pembelaan dari pemerintah dalam menuntut hak-haknya dari mantan suaminya, karena data pernikahan mereka tidak tercatat di Departemen Agama atau Pemerintah”, kata Fauziah.
Sebagai contoh, kata Fauziah, jika ada warisan yang ditinggalkan suami karena suami meninggal dunia, maka isteri dan anak juga sangat sulit mendapatkan hak dari harta warisan. Jika suaminya berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), baik isteri dan anak tidak berhak mendapat tunjangan apapun.
Selain itu, kata istri Bupati Bengkalis ini, kedua pasangan juga akan kesulitan dalam mengurus surat-surat identitas, kartu keluarga, akte kelahiran anak dan sebagainya. Seorang yang lahir dari pernikahan siri, sulit mendapat akte kelahiran.
“Padahal, keberadaan akte kelahiran ini sangat penting bagi si anak, seperti untuk kelangsungan pendidikannya”, kata Fauziah ketika dihubungi melalui telepon selulernya, Ahad (1/2).
Hal ini disampaikannya menanggapi banyaknya pernikahan siri yang terjadi, khususnya di Kecamatan Mandau akhir-akhir ini. Akibat maraknya nikah sirih ini, sampai-sampai Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Mandau mengaku kehabisan akal dibuatnya.
Diingkatkan Fauziah, pernikahan sejatinya adalah untuk membawa kebahagiaan dan kemaslahatan. Karena itu kaum wanita di daerah ini harus berpikir cerdas. Jangan terlalu bermain dengan perasaan sehingga sudah tidak dapat berfikir rasional lagi. Misalnya, saking cintanya, maka dengan rela dinikahi secara siri.
“Pertimbangkanlah masa depan diri dan anak. Jangan egois dengan diri sendiri. Pernikahan itu bukan untuk dijalani dalam hitungan waktu yang pendek, tetapi harus ditegakkan sampai akhir hayat. Para orang tua juga mesti berpikir rasional dan tidak merestui perempuannya menikah siri”, pesan Fauziah seraya mengharapkan
Memang, nikah siri adalah pernikahan yang dilakukan di luar pengawasan petugas sehingga pernikahan itu tidak tercatat di KUA. Dilihat dari hukum negara, kata Fauziah, hukum nikah siri adalah pelanggaran alias batal demi hukum.
Alasannya, negara sudah mengeluarkan Undang-Undang (UU) No 1/1974 yang mengatur mengenai perkawinan. Di dalam UU itu disebutkan, perkawinan harus dicatatkan pada KUA.
“UU Perkawinan itu dilahirkan untuk kemaslahatan ummat. Karena itu, produk hukum itu harus diikuti ummat muslim. Pernikahan adalah suatu ibadah yang agung, sampai Allah SWT pun menyebut perjanjian dalam pernikahan sebagai perjanjian yang kuat/kokoh (mitsaqon ghalidza)”, Fauziah, mengingatkan.
Selain itu, sesuai UU No 10/1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, kata Fauziah, Keluarga Sejahtera (Sakinah) adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah. ”Sah dimaksud sesuai dengan UU No 1/1974 tersebut”, katanya.
Untuk itu, Fauziah meminta, agar seluruh pengurus dan kader PKK di daerah untuk dapat dan terus memberikan sosialisasi dan advokasi kepada masyarakat, khususnya kaum wanita. ”Karena yang paling dirugikan dari pernikahan siri itu, adalah wanita dan anak yang dilahirkan dari pernikahan tersebut”, ulang Fauziah
Kerugian dari pernikahaan siri itu akan berdampak besar sekali bagi kedua belah pihak. Namun yang paling merasakan akibat terbesarnya adalah dari pihak wanita. Lebih-lebih bila terjadi perceraian.
“Apabila terjadi kasus perceraian, maka pihak wanita yang menikah siri, tidak akan dapat menuntut apa-apa dari suami. Tidak akan mendapat perlindungan dan pembelaan dari pemerintah dalam menuntut hak-haknya dari mantan suaminya, karena data pernikahan mereka tidak tercatat di Departemen Agama atau Pemerintah”, kata Fauziah.
Sebagai contoh, kata Fauziah, jika ada warisan yang ditinggalkan suami karena suami meninggal dunia, maka isteri dan anak juga sangat sulit mendapatkan hak dari harta warisan. Jika suaminya berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), baik isteri dan anak tidak berhak mendapat tunjangan apapun.
Selain itu, kata istri Bupati Bengkalis ini, kedua pasangan juga akan kesulitan dalam mengurus surat-surat identitas, kartu keluarga, akte kelahiran anak dan sebagainya. Seorang yang lahir dari pernikahan siri, sulit mendapat akte kelahiran.
“Padahal, keberadaan akte kelahiran ini sangat penting bagi si anak, seperti untuk kelangsungan pendidikannya”, kata Fauziah ketika dihubungi melalui telepon selulernya, Ahad (1/2).
Hal ini disampaikannya menanggapi banyaknya pernikahan siri yang terjadi, khususnya di Kecamatan Mandau akhir-akhir ini. Akibat maraknya nikah sirih ini, sampai-sampai Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Mandau mengaku kehabisan akal dibuatnya.
Diingkatkan Fauziah, pernikahan sejatinya adalah untuk membawa kebahagiaan dan kemaslahatan. Karena itu kaum wanita di daerah ini harus berpikir cerdas. Jangan terlalu bermain dengan perasaan sehingga sudah tidak dapat berfikir rasional lagi. Misalnya, saking cintanya, maka dengan rela dinikahi secara siri.
“Pertimbangkanlah masa depan diri dan anak. Jangan egois dengan diri sendiri. Pernikahan itu bukan untuk dijalani dalam hitungan waktu yang pendek, tetapi harus ditegakkan sampai akhir hayat. Para orang tua juga mesti berpikir rasional dan tidak merestui perempuannya menikah siri”, pesan Fauziah seraya mengharapkan
Memang, nikah siri adalah pernikahan yang dilakukan di luar pengawasan petugas sehingga pernikahan itu tidak tercatat di KUA. Dilihat dari hukum negara, kata Fauziah, hukum nikah siri adalah pelanggaran alias batal demi hukum.
Alasannya, negara sudah mengeluarkan Undang-Undang (UU) No 1/1974 yang mengatur mengenai perkawinan. Di dalam UU itu disebutkan, perkawinan harus dicatatkan pada KUA.
“UU Perkawinan itu dilahirkan untuk kemaslahatan ummat. Karena itu, produk hukum itu harus diikuti ummat muslim. Pernikahan adalah suatu ibadah yang agung, sampai Allah SWT pun menyebut perjanjian dalam pernikahan sebagai perjanjian yang kuat/kokoh (mitsaqon ghalidza)”, Fauziah, mengingatkan.
Selain itu, sesuai UU No 10/1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, kata Fauziah, Keluarga Sejahtera (Sakinah) adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah. ”Sah dimaksud sesuai dengan UU No 1/1974 tersebut”, katanya.
Untuk itu, Fauziah meminta, agar seluruh pengurus dan kader PKK di daerah untuk dapat dan terus memberikan sosialisasi dan advokasi kepada masyarakat, khususnya kaum wanita. ”Karena yang paling dirugikan dari pernikahan siri itu, adalah wanita dan anak yang dilahirkan dari pernikahan tersebut”, ulang Fauziah