Ribuan Kebun Nipah di Riau Potensi Energi Alternatif

icon   Pada 26 September 2011 Bagikan ke :
12-April-2011

Alumni IPB yang didukung oleh Pemkab Bengkalis saat ini tengah mengembangkan BBM non fosil dari nipah. Hasilnya, Oktannya jauh diatas Pertamax. Bahan baku, ribuan hektar nipah siap diolah.

PEKANBARU - Peneliti Bahan Bakar Nipah lulusan IPB, Sopyan Hadi kepada Riauterkini Selasa (12//4/11) mengatakan bahwa dirinya sudah melakukan penelitian mengenai nira pohon nipah yang dikembangkan menjadi bioethanol sebagai pengganti BBM sejak beberapa waktu lalu.

Katanya, nira pohon nipah yang mengandung glukosa (gula) diambil untuk diproses menjadi ethanol dengan melalui beberapa tahapan proses. Nira yang sudah diambil dilakukan fermentasi. Hasilnya kemudian dilakukan destilasi (memisahkan) air dengan ethanol. Pada tahapan ini, hasil penyulingan sudah bisa digunakan untuk pengganti minyak tanah.

"Pada tahap destilasi, bioethanol sudah bisa digunakan sebagai pengganti minyak tanah. Sudah dilakukan uji coba, dan hasilnya, api biru dan tidak meledak," terangnya.

Pasca dilakukan destilasi, nira nipah yang sudah menjadi bioethanol dilakukan dehidrasi untuk menghasilkan FGE hingga 100 persen. Ciri-cirinya adalah air dan minyak bercampur senyawa yang menghasilkan optan hingga 115 Ron. Jauh di atas premium yang oktannya hanya 88 Ron dan Pertamax yang oktannya hanya 95 Ron.

Katanya, Bioethanol ini jika digunakan pada kendaraan, selain tarikan kendaraan akan lebih ringan, kendaraan juga mampu melaju lebih kencang dari sebelumnya. Suara mesin menjadi tidak bising, juga beremisi rendah dan asap berbau nipah alami. Intinya ramah lingkungan.

Disinggung mengenai potensi pengembangan bioethanol dari nira nipah, Sopyan mengatakan bahwa selain berharga jauh lebih murah dibandingkan dengan Premium dan Pertamax, bioethanol dari nira nipah ini merupakan BBM non fosil yang ke depan sangat menjadi BBM pengganti minyak fosil yang akan habis. Khusus Indonesia minyak fosil hanya bertahan 23 tahun lagi.

"Pohon nipah banyak tumbuh di kawasan pesisir. Seperti di Inhil, Semenanjung Kampar, Bengkalis, Dumai, dan Rohil. Luasannya mencapai ribuan hektar dan siap dipanen niranya kapan saja," katanya.

Kendati demikian, untuk pengembangan massalnya, masih menunggu ijin dari kementrian ESDM. Untuk itu, ia berharap kemenrian ESDM memberikan ijin kepada pengembang yang akan memproduksi secara massal.

"Karena dukungan diberikan oleh Pemkab Bengkalis, terutama Bupati Bengkalis, Herliyan Saleh, maka pengembangan nantinya akan dipusatkan di Bengkalis," terangnya.

Menurutnya, selama ini, pemerintah mencampurkan oktan impor ke premium dan pertamax. Nilainya mencapai milyaran united state dollars (USD). Padahal, ia mengaku sudah bisa memproduksi oktan yang dibutuhkan untuk pencampuran premium dan pertamax. Harganyapun jauh lebih murah dibandingkan impor.***(H-we)