Selatbaru -- Meskipun tergolong sebagai ibadah mahdhah, sebagaimana shalat dan ibadah lainnya, namun hakikatnya zakat merupakan bagian dari ibadah yang bertatanan ekonomi dan sosial, bahkan politik Islam.
Demikian dijelaskan dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Pekanbaru, Johari pada seminar sehari mengenai zakat. Seminar yang dilaksanakan Senin (19/1) di gedung serbaguna Selatbaru itu, mengambil tema Reorientasi Zakat Sebagai Aset Ekonomi Umat.
Kemudian, Johari yang dalam kesempatan tersebut mengupas persoalan Problematika Perundang-Undangan Zakat di Indonesia, juga mengatakan bahwa pendistribusin zakat seringkali menjadi persoalan. Tidak jarang pendistribusian dilakukan langsung para Muzakki, sehingga dimungkinkan terjadinya tumpang tindih badan amil yang ada.
Johari mengatakan, ada beberapa persoalan yang terkait dengan rumitnya masalah zakat ini. Menurutnya, ada dua hal menjadi penyebabnya. Yaitu, Undang-Undang (UU) No 38/1999 tentang Zakat, tidak memiliki kekuatan memaksa kepada para muzakki untuk membayar zakat.
”UU ini hanya sabatas mengatur pengelolaan zakat semata. Kelemahan ini tentu saja menciptakan peluang untuk tidak berzakat pada kelompok tertentu yang belum memliki moral yang tinggi," ungkap Johari.
Penyebab keduanya, katanya, tidak adanya ketentuan yang jelas bagi muzakki dalam menyalurkan zakat, infaq ataupun sedekah pada institusi selain yang ditetapkan dalam UU, yaitu Badan Amil Zakat, Infaq dan Sedekah (Bazis) atau Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Sedekah (Lazis).
Karena itu, katanya, tidak heran jika kemudian ditemukan, banyak muzakki yang menyalurkan sendiri kepada fakir miskin. Sehingga tanpa disadari menimbulkan rasa riya sebagai dewa penolong. ”Di sisi yang lain akan melahirkan ketergantungan mustahik yang luar biasa kepada muzakki”, kata Johari.
Seminar sehari tersebut terlaksanakan atas kerjasama Badan Amil Zakat (BAZ) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bengkalis. Selain Johari, turut menjadi pembicara dalam seminar yang dilaksanakan usai pelantikan BAZ dan MUI Kecamatan Bantan itu, diantara Ketua MUI Masdaruddin dan Wakil Ketua BAZ M Siddik.
Demikian dijelaskan dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Pekanbaru, Johari pada seminar sehari mengenai zakat. Seminar yang dilaksanakan Senin (19/1) di gedung serbaguna Selatbaru itu, mengambil tema Reorientasi Zakat Sebagai Aset Ekonomi Umat.
Kemudian, Johari yang dalam kesempatan tersebut mengupas persoalan Problematika Perundang-Undangan Zakat di Indonesia, juga mengatakan bahwa pendistribusin zakat seringkali menjadi persoalan. Tidak jarang pendistribusian dilakukan langsung para Muzakki, sehingga dimungkinkan terjadinya tumpang tindih badan amil yang ada.
Johari mengatakan, ada beberapa persoalan yang terkait dengan rumitnya masalah zakat ini. Menurutnya, ada dua hal menjadi penyebabnya. Yaitu, Undang-Undang (UU) No 38/1999 tentang Zakat, tidak memiliki kekuatan memaksa kepada para muzakki untuk membayar zakat.
”UU ini hanya sabatas mengatur pengelolaan zakat semata. Kelemahan ini tentu saja menciptakan peluang untuk tidak berzakat pada kelompok tertentu yang belum memliki moral yang tinggi," ungkap Johari.
Penyebab keduanya, katanya, tidak adanya ketentuan yang jelas bagi muzakki dalam menyalurkan zakat, infaq ataupun sedekah pada institusi selain yang ditetapkan dalam UU, yaitu Badan Amil Zakat, Infaq dan Sedekah (Bazis) atau Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Sedekah (Lazis).
Karena itu, katanya, tidak heran jika kemudian ditemukan, banyak muzakki yang menyalurkan sendiri kepada fakir miskin. Sehingga tanpa disadari menimbulkan rasa riya sebagai dewa penolong. ”Di sisi yang lain akan melahirkan ketergantungan mustahik yang luar biasa kepada muzakki”, kata Johari.
Seminar sehari tersebut terlaksanakan atas kerjasama Badan Amil Zakat (BAZ) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bengkalis. Selain Johari, turut menjadi pembicara dalam seminar yang dilaksanakan usai pelantikan BAZ dan MUI Kecamatan Bantan itu, diantara Ketua MUI Masdaruddin dan Wakil Ketua BAZ M Siddik.