Pemkab Bengkalis Evaluasi Program Jamkesda

icon   Pada 26 September 2011 Bagikan ke :
29-January-2010

BENGKALIS - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkalis akan melakukan evaluasi tentang pelaksanaan program kegiatan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin yang lebih dikenal dengan nama jamkesda. Salah satu poin penting dari evaluasi tersebut adalah tingkat pencapaian dari program tersebut.

"Sesuai namanya, jamkesda atau jaminan kesehatan daerah adalah bentuk pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin. Kita ingin tahu, apakah benar masyarakat yang mendapakan pelayanan itu seluruhnya masyarakat miskin," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis, dr Edi Ramli kepada sejumlah wartawan, Kamis kemarin.

Dikatakan, Pemkab Bengkalis sudah memiliki kriteria baku tentang katagori masyarakat miskin. Selanjutnya, melalui pendataan yang dilakukan oleh instansi terkait, dihasilkan data masyarakat miskin di masing-masing daerah.

Normalnya, masyarakat yang mendapatkan surat keterangan miskin (SKTM) adalah mereka yang terdata sebagai masyarakat miskin. Hanya saja, ada indikasi beberapa pemilik SKTM adalah mereka yang secara ekonomi tidak tergolong miskin. "Akibatnya, dana yang dialokaskan untuk Jamkesda tidak pernah cukup. Belum lagi tutup anggaran, dana sudah habis," kata Edi.

Disamping melakukan evaluasi tentang masyarakat penerima layanan kesehatan gratis, Edi juga menjelaskan tentang kemungkinan perubahan prosedur dalam pelaksanaan jamkesda. Prosedur yang ada sekarang ini dimana pengadaan obat-obatan dan makanan pasien dilakukan dengan cara tender memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan pertama adalah program baru bisa dilaksanakan setelah APBD disahkan. Kelemahan kedua, pengadaan obat-obatan dengan sistem tender mengandung resiko, berupa stok obat yang tidak fleksibel.

"Sebagai contoh, dalam tender sudah dipatok jumlah obat A sekian kotak. Ternyata ketika masa berjalan, tingkat kebutuhan terhadap obat A itu melebihi dari jumlah obat A itu sendiri. Kalau sudah seperti ini kan pihak rumah sakit akan kelimpungan," kata Edi lagi.

Persoalannya, sambung Edi lagi, pengadaan obat-obatan dan makanan pasien itu sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan, harus melalui tender. Dengan demikian, akan berimplikasi hukum kalau pengadannya dilakukan melalui penunjukan langsung. "Terus terang, sampai saat ini kita belum menemukan formulasi yang tepat, dan masih terus berkoordinasi dengan seluruh pihak terkait," ungkap Edi. (auf)